Oleh : Nursanita Nasution, SE. MESebagai Partai Da’wah, Partai Keadilan (PK) sangat peduli dengan masalah keluarga.
Mengingat peran keluarga sangat penting dalam membentuk karakter bangsa. Tak salah jika kemudian bidang kewanitaan DPP PK yang membawahi departemen keluarga, mengupayakan terbentuknya generasi penerus yang bertakwa, sehat, cerdas emosi dan intelektualnya.Keluarga bagi kita adalah lembaga pertama dan utama yang dikenal seorang manusia ketika ia lahir ke dunia. Di keluargalah seorang anak manusia mengenal nilai dan norma kehidupan. Keluargalah yang melahirkan manusia-manusia yang akan terjun ke masyarakat. Perilaku seseorang di masyarakat adalah cermin dari keluarganya. Saat ini, kita prihatin dengan jumlah keluarga di Indonesia yang masih dirundung problema. Padahal keluarga sakinah adalah dambaan setiap manusia. Keluarga yang pecah, broken home, tidak harmonis, pasutri yang selingkuh menyebabkan keluarga tidak lagi menjadi surga bagi penghuninya. Dalam keluarga demikian akan muncul orang-orang berperilaku masa bodoh, tidak peduli hak orang lain, egois, dan kasar. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perusak bangsa dengan merayu mereka hingga jatuh ke lembah hina pelacuran, pengedar/pecandu narkoba, miras, pelaku kriminal dan sabagainya. Bahkan derasnya informasi akibat revolusi teknologi informasi membawa “bahaya” langsung ke dalam rumah lewat televisi, vcd, radio, komputer dan sejenisnya.Untuk itulah kita memerlukan daya imunitas dalam keluarga. Hal ini harus diawali dari “soliditas” di dalam keluarga. Di dalam keluargalah dibangun kebersamaan, saling kasih dan sayang, saling berbagi, peduli satu sama lain, saling menghargai, melaksanakan dan menghormati kewajiban dan hak masing-masing. Namun bukan perkara mudah untuk mewujudkan keluarga sakinah. Paling tidak ada dua hal yang harus melandasinya, yaitu: (1) Ikhlas, tulus, sabar dan syukur, dan (2) Adanya harmonisasi suami istri.Keluarga harus dibangun oleh ketulusan dan keikhlasan. Dan harus diingat bahwa tujuan dari kita berkeluarga adalah dalam rangka mencapai ridho Allah SWT.Demikian juga kesabaran dan syukur. Rasulullah SAW mengingatkan kita sekalian bahwa barang siapa yang tidak bersyukur dengan yang sedikit, maka dia tidak akan bisa bersyukur dengan yang lebih banyak lagi. Sementara sabar adalah sesuatu yang berdampingan dengan syukur itu sendiri. Keluarga sakinah harus dibangun oleh dua hal itu dan ini merupakan ciri dari muslim dan muslimah yang beriman. Hubungan suami-istri diwujudkan dalam bentuk interdependensi (saling bergantung) yang harmonis. Suami harus berperan sebagai pemimpin dalam keluarganya. Keluarga ibarat bahtera. Jika kaptennya membawa kepada jalan yang salah, atau tidak mengetahui kebocoran yang terjadi di dalam kapalnya maka karamlah kapal tersebut. Seorang istri harus menyadari bahwa dia harus hormat dan taat kepada suami sebagai pemimpin keluarga. Rasulullah SAW bersabda: “Jika ada seorang wanita sholat 5 waktu, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan, dan taat pada suaminya maka ia bisa masuk surga dari pintu manapun pintu yang ia suka.”Suami-istri hendaknya memiliki misi mewujudkan keturunan yang baik. Salah satu cara adalah dengan memperbanyak shalat dan berdo’a kepada Allah SWT.Jika Allah swt mengamanahkan mereka anak maka keduanya harus bekerjasama dalam mendidik anak-anak mereka. Anak adalah milik Allah SWT sehingga orangtua tidak berhak menjadikan anak “cloning” atau jiplakan dirinya. Tugas orangtua memelihara dan menjaga potensi anak, menumbuh-kembangkannya. Anak harus dijaga dari marabahaya yang mengancam mereka keluar dari fitrahnya: manusia yang taat kepada Pemilik-Nya. Untuk melaksanakan tugas ini orangtua harus mendisiplinkan diri mereka dalam menjalankan aturan/syariah Islam, sehingga pertolongan Allah akan datang membantu mereka melaksanakan tugas berat itu. Keluarga merupakan sekolah yang mendidik anak-anak yang kelak akan menjadi pemimpin harapan bangsa. Kekecewaan kita terhadap pemimpin bangsa saat ini harus diatasi dengan menyiapkan pemimpin masa depan yang cerdas dan bermoral. Pemimpin adalah pelopor yang harus memiliki dua hal asasi yaitu kecerdasan (dzaki) dan kebersihan hati (zaki). Seorang pemimpin harus lebih cerdas dari kaum yang dipimpinnya. Kecerdasan yang diperoleh melalui kegiatan belajar, baik di lembaga formal maupun non formal, belajar dari pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain. Kebersihan hati diperoleh dengan meningkatkan hubungan dengan Allah SWT. Kebersihan hati seseorang akan tercermin dari sikap dan perilakunya: menghargai orang lain, tidak mengambil hak orang lain, sayang dan peduli kepada sesama, halus budi bahasanya, jujur dan rendah hati.Jika seseorang pemimpin memiliki kecerdasan intelektual tanpa dibarengi dengan kebersihan hati, maka ini ia akan menggunakan kecerdasannya untuk membodohi dan menindas kaum atau rakyatnya.Peran besar “institusi keluarga” dalam membentuk kepribadian, karakter dan pemimpin bangsa memang tak bisa dipungkiri. Itulah sebabnya mengapa kita begitu peduli dengan masalah anak. []
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment